Provinsi Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah
yang cukup panjang sebelum daerah yang berada dipaling ujung utara Nusantara
ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah Pemerintahan Daerah Sulawesi
Utara, seperti halnya sejarah provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sulawesi,
beberapa kali mengalami perubahan administrasi pemerintahan. Pada permulaan
kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan
bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka
berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi
menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi
Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi
Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 122/m tahun 1960 tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli
sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan
Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara
melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 /Prp/Tahun 1960.
Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi : Kotapraja Manado,
Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing : Sangihe
Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso,
dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan
pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi
Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi
Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme
pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan Penetapan
Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres
Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya
untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel
"demokrasi terpimpin" sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling)
aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.
Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah
Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai
hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan
Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan
anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A. Baramuli sejak
tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua
DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil Gubernur
Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan Kuning,
yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh
langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan
yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan
aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban
disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15
Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J.
Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan
Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.
Di sela-sela berbagai tantangan dan rintangan yang
menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah pada waktu itu,
tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas dan tidak akan
terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai
salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 September 1964,
disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13
Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah
Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum diundangkannya
undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari lahirnya Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto daerah tingkat I
Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas
ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat
Kabupaten Gorontalo.
Sementara itu Letkol F.J. Tumbelaka masih tetap dipercayakan
oleh pemerintah pusat untuk terus memimpin Daerah Tingkat I Sulawesi Utara,
baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
maupun sebagai ketua DPRD Tingkat I Sulawesi Utara, didampingi oleh wakil-wakil
ketua M. Ma'ruf dan M.D. Kartawinata. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dibantu pula oleh suatu Lembaga yang
disebut Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo,
Drs. Simanjuntak, Drs. Laute, Hasan Usman dan Pelima, Sekretaris Daerah
Abdullah Amu. Upaya-upaya yang telah di rintis oleh Gubernur sebelumnya terus
dilanjutkan sampai mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 19 Maret 1965.
Memasuki permulaan tahun 1965, semakin terasa ofensif PKI
terhadap tokoh-tokoh politik dan kekuatan–kekuatan sosial politik yang dianggap
lawannya. Di tengah-tengah panasnya gejolak politik waktu itu, Panglima Kodam
XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar Prijosoedarmo, disamping tugasnya
sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun
1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas utama memulihkan dan menjaga keamanan
dan ketertiban di semua sektor kehidupan masyarakat, sekaligus mengendalikan
jalannya roda Pemerintahan Daerah, sampai tanggal 26 April 1966. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo dibantu Badan
Pemerintah Harian (BPH) yang beranggotakan Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman,
Hamid Asagaf dan Husain Musa.
Pada tanggal 26 April 1966, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo
diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi
Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan
dalam undang-undang tersebut mengatur tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan
Ketua DPRD oleh Kepala Daerah. Dengan demikian terjadilah kekosongan jabatan
kepemimpinan DPRD. Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara melalui Keputusan nomor 19/dprd/1966
tanggal 12 mei 1966 menyerahkan caretaker pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi
Utara kepada J. Minggu, T.B. Makaminang, Gandhi Kalulu dan G. Lalamentik.
Sementara itu untuk membantu Pejabat Gubernur Abdullah Amu
dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Nomor 274/1966 tanggal 30 Agustus 1966,
telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I Sulawesi Utara yang disebut
Steering Committee yang diketuai oleh F.W. Kumontoy, dan Badan Pemerintahan
Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo, Hasan Usman, Hamid Asagaf
dan Abubakar Usman, dan Sekretaris Daerah Residen A.M. Jacobus.
Pada tanggal 10 Desember 1966 dengan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/DGR/66 telah ditetapkan Pimpinan
DPRD-GR Provinsi Sulawesi Utara dengan Ketua Ahmad Husain dan Wakil Ketua U.P.
Dondo B.Sc., F.W. Kumontoy, dan Mayor (AL) J. Mamusung. Tugas yang dilaksanakan
mereka adalah memilih Gubernur Sulawesi Utara yang definitif.
Pada tanggal 2 Maret 1967 di depan Sidang Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal H.V.
Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara oleh Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot Suwagyo atas nama
Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan sebagai Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3 bulan, yaitu dari
tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni 1978.
Dalam periode kepemimpinan Gubernur H.V. Worang, Sistem dan
Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah masih dilengkapi dengan Badan
Pemerintahan Harian yang terdiri dari H.N. Pelealu, F. Punuh, Husain Musa,
Hamid Assegaf dan Letkol Suwondo. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah
berturut-turut adalah B. Sumampouw, M. Warikki, W. Nayoan, M. H. W. Dotulong
dan Drs. P.P. Kepel. Pada periode 1967–1971 DPRD Provinsi Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara diketuai Achmad Husain dan periode 1971-1977 diketuai Letkol
Alexander Siwi, Bupati J. A. Laimad dan Ketua DPRD hasil Pemilu 1977 adalah J.
A. Wuisan.
Di masa H.V. Worang memangku Jabatan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kedua kalinya, lahirlah Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang
mencabut/menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. Mayor Jenderal H.V.
Worang mengakhiri perjalanan kepemimpinannya sebagai gubernur yang terlama di
Sulawesi Utara. Penggantinya adalah Brigjen TNI Willy Lasut, GA, Yang merupakan
Gubernur Sulut yang keenam.
Gubernur Willy Lasut, GA, memulai tugasnya di Sulawesi Utara
pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau diambil sumpahnya dan dilantik di
depan Sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara berdasarkan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978 tanggal 1 Juni 1978. Jabatan
Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. P.P. Kepel
yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos sebagai pelaksana tugas
sehari-hari. Sedangkan Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh J.
A. Wuisan sebagai Ketua dengan Wakil Ketua masing-masing J. H. Pusung dan Hasan
Usman.
Pada tanggal 20 Oktober 1979, sejarah Daerah Sulawesi Utara
kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan. Jabatan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari Brigadir Jenderal Willy Lasut,
GA. kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang pada waktu itu menjabat Direktur
Jenderal Sosial Politik Depdagri, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor
176/M Tahun 1979 tanggal 17 Oktober 1979, ditunjuk pula sebagai Pejabat
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan satu tugas utama yaitu
mempersiapkan pencalonan dan pemilihan Gubernur yang definitif. Dalam periode
kepemimpinan Pejabat Gubernur Erman Harirustaman, Jabatan Sekretaris
Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dipegang oleh J. Rolos, sedangkan kursi
puncak kepemimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara sebagai Ketua adalah J.A.
Wuisan, dan wakil-wakilnya adalah J.H. Pusung dan Hasan Usman.
Hanya kurang lebih enam bulan sejak diangkat sebagai Pejabat
Gubernur, Erman Harirustaman berhasil merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3
Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan
kepada Letnan Jenderal G.H. Mantik sebagai Gubernur kedelapan.
Periode kepemimpinan Gubernur G.H. Mantik yang berlangsung
dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan berbagai perkembangan, baik
itu menyangkut penataan organisasi dan tata kerja maupun pembenahan
administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak yang kukuh dalam
memacu pembangunan di daerah Sulawesi Utara. Selama masa jabatannya, dua tokoh
tampil sebagai Ketua DPRD dalam kurun waktu yang berbeda. Mereka adalah Letkol
J.A. Wuisan, Ketua DPRD periode 1977 - 1982 dengan Wakil-wakil ketua J.H.
Pusung dan H. Hasan usman. Kemudian dilanjutkan oleh F. Sumampouw, sebagai
Ketua DPRD hasil Pemilu 1982, serta Wakil-wakil Ketua yaitu M. Toha dan H.
Hasan Usman. Sedangkan Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
dijabat oleh Drs. J. Rolos (Pejabat) dan kemudian dilanjutkan Kolonel I.
Tangkudung.
Pada tanggal 4 Maret 1985, kembali sejarah Provinsi Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya. Brigadir Jenderal C.J. Rantung
dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen (Purn) G.H. Mantik yang telah
habis masa jabatannya. Pelantikan C.J. Rantung sebagai Gubernur yang kesembilan
berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 45/M Tahun 1985 tanggal 18
Februari 1985, untuk masa jabatan 1985-1990. Setelah mengakhiri periode
tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi Utara kembali
memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor Jenderal (Purn)
C.J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/M Tahun 1990 tanggal 10 Februari
1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini atas nama
Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti kedua Tahun 1990 – 1995. Selama
periode kepemimpinan Gubernur C.J. Rantung dari Tahun 1985-1995, dia dibantu
oleh Wakil Gubernur Drs. A. Mokoginta, kemudian dilanjutkan oleh Drs. A.
Nadjamudin. Sementara itu, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
semasa kepemimpinan 10 tahun Gubernur C. J. Rantung, tercatat masing-masing
Kolonel (Purn) I. Tangkudung, Kol. A.T. Dotulong, dan M. Arsjad Daud, S.H.
Sedangkan Pimpinan DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Ketua F.
Sumampouw dengan Wakil-wakil Ketua M. Toha dan H. Hasan Usman, yang dilanjutkan
oleh Pimpinan DPRD Hasil Pemilu 1997 yaitu Ketua F. Sumampouw dan Wakil-wakil
Ketua Achmad H.S. Pakaya, F.P.D. Lengkey dan R. Tanos. Tahun 1995 kepemimpinan
daerah dipercayakan kepada Mayjen TNI E.E. Mangindaan, dimana pada tanggal 1
Maret 1995 terpilih dan ditetapkan.
Dimasa kepemimpinan Gubernur E.E. Mangindaan, Ia didampingi
oleh Wakil Gubernur Drs. A. Nadjamuddin, kemudian dilanjutkan oleh 2 (dua)
orang Wakil Gubernur yaitu Brigjen J. B. Wenas dan Prof. Dr. H.A. Nusi dan
Sekretaris Wilayah Daerah dijabat oleh M. Arsjad Daud, S.H. kemudian diganti
oleh Drs. J. F. Mailangkay. Pimpinan DPRD Tingkat I Sulawesi Utara pada saat
itu diketuai oleh Drs. J.D.P. Takaendengan serta Wakil-wakil ketua
masing-masing Rolly Tanos, W. Walintukan, Dr. H.T. Usup dan Drs. Wempie
Frederik. Kemudian tahun 1997-1999 Pimpinan DPRD adalah Brigjen (Purn) R. Tanos
sebagai Ketua dengan Wakil-wakil Ketua Drs A. Nadjamuddin, Kol. W. Walintukan,
Dra. Ny. J. Paruntu-T serta Drs. Syachrial Damopolii menggantikan Drs. A.
Nadjamuddin (Alm). Setelah Pemilu 1999, Pimpinan DPRD dilanjutkan oleh Drs.
A.J. Sondakh sebagai Ketua serta Wakil Ketua masing-masing Kol. S.Y. Pantouw,
Drs. Sun Biki, dan F.H. Sualang.
Seiring dengan bergulirnya reformasi pemerintahan, maka
berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dilakukan penggantian
kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan Mayjen E.E. Mangindaan
melalui mekanisme pemilihan gubernur dan wakil dalam satu paket dan berlangsung
secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke Sondakh sebagai Gubernur
Sulawesi Utara yang kesebelas dan Freddy Harry Sualang selaku Wakil Gubernur
Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 62/m Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan pelantikannya
dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden. Dengan dibantu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Drs. J.F. Mailangkay,
yang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Johanis Kaloh.
Implementasi Tahun Kasih ini dijabarkan dalam 4 (empat)
"Sayang" yaitu Sayang Kepada Tuhan, Sayang Kepada Sesama Manusia,
Sayang Kepada Diri Sendiri, dan Sayang Terhadap Lingkungan. Dalam era
kepemimpinan Gubernur Drs. Adolf Jouke Sondakh dan Wakil Gubernur Freddy H.
Sualang ini terus dibangun hubungan kemitraan dengan DPRD Provinsi Sulawesi
Utara dibawah kepemimpinan Drs. Syachrial Damopolii sebagai Ketua, serta para
Wakil Ketua masing-masing Ir. Roy Maningkas, S.Y. Pantouw, Drs. Sun Biki, yang
kemudian J. Victor Mailangkay, SH. serta Drs. J. Parengkuan menggantikan Ir.
Roy Maningkas. Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah
Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadaya
yaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud,
Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.
Selanjutnya seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi
daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi
Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara melalui
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan demikian, wilayah Provinsi Sulawesi
Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten Sangihe dan Talaud,
Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Manado dan Kota Bitung.
Hingga saat ini telah terjadi pemekaran kabupaten dengan ketambahan kabupaten
baru yaitu Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2002 serta
Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-undang Nomor 10
Tahun 2003, dan Kabupaten Minahasa Utara berdasarkan Undang-undang Nomor 33
Tahun 2003.
Dengan berakhirnya kepemimpinan Drs. A.J. Sondakh dan F.H.
Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan pemilihan kepala daerah; gubernur
dan wakil gubernur di daerah ini. untuk itu, guna menindaklanjuti masa transisi
menuju kepemimpinan kepala daerah yang definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah,
M.Si. dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta
sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara dengan tugas memfasilitasi dan
mengawasi jalannya pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung.
Pada tanggal 21 Juli
2005 untuk pertama kali di Indonesia dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih
pasangan S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang
sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. Sedangkan
Ketua DPRD dijabat oleh Drs. Syarial Damapolii yang dibantu oleh wakil ketua
masing-masing Djendri Keintjem, R. Pandegirot, dan Arthur Kotambunan. Untuk
Sekretaris daerah selama periode pertama dipegang oleh Dr. Johanis Kaloh
kemudian dilanjutkan oleh Drs. R.J. Mamuaja pada tahun 2006, sampai saat ini.
Namun dalam masa tugas Drs. R.J. Mamuaja juga ditunjuk Plt. Sekretaris daerah
yaitu berturut turut Hr. Makagansa dan Siswa Rahmat Mokodongan.
Dalam masa kepemimpinan S.H. Sarundajang dan F.H. Sualang,
wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara mengalami ketambahan 4 (empat)
kabupaten/kota baru pada tahun 2007 yakni Kota Kotamobagu berdasarkan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara berdasarkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2007. Pada tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua) kabupaten baru
yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan Undang-undang Nomor 29
Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di Provinsi Sulawesi Utara
menjadi 11 (sebelas) kabupaten dan 4 (empat) kota.
Melalui pemilihan langsung Gubernur dan wakil Gubernur Untuk
kedua kalinya Sarundajang terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Utara masa bakti
2010-2015 didampingi Wakil Gubernur Drs. Djouhari Kansil, M.Pd. Sedangkan Ketua
DPRD dijabat oleh Pdt. Mieva Salindeho, S.Th., dibantu wakil ketua
masing-masing Jody Watung, Sus Pangemanan dan Arthur Kotambunan. Untuk
Sekretaris Daerah tetap dipegang oleh pelaksana tugas Ir. Siswa Rahmat
Mokodongan, kemudian dikembalikan lagi kepada Drs. R.J. Mamuaja sampai pada
tanggal 7 Maret 2011 yang dilanjutkan oleh Ir. Siswa Rahmat Mokodongan.
Provinsi Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang
sebelum daerah yang berada dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi
Daerah Tingkat I. Sejarah Pemerintahan Daerah Sulawesi Utara, seperti halnya sejarah
provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan
administrasi pemerintahan. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia,
Daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi.
Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah
no. 5 tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi
Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960
tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan
Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara
melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 /Prp/Tahun 1960.
Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi : Kotapraja Manado,
Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing : Sangihe
Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso,
dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan
pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi
Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.
Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26
Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu
dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian
diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan
Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel "demokrasi terpimpin"
sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.
Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah
Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai
hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan
Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan
anggota. Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan Mr. A.A. Baramuli sejak
tanggal 23 Maret 1960 s.d. 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua
DPRD. Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara–Tengah, Gubernur Mr. A.A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil Gubernur
Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan Kuning,
yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh
langkah-langkah untuk mengonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan
yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan
aparat keamanan di daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban
disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15
Juni 1962. Sebagai gantinya, tanggal 15 Juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J.
Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan
Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.
Di sela-sela berbagai tantangan dan rintangan yang
menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah pada waktu itu,
tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas dan tidak akan
terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai
salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 September 1964,
disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13
Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah
Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Momentum diundangkannya
undang-undang nomor 13 tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari lahirnya
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara.
Sejak saat itu, secara de facto daerah tingkat I
Sulawesi Utara membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas
ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat
Kabupaten Gorontalo.