Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di
pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal
Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi
Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra atau Sumatera, selanjutnya nama ini
tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau
ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.
Nama Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah "Pulau Emas". Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera.
Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti "negeri emas Sumatera atau Sumatra adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 52.210.926 (sensus 2010). Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti "pulau emas"). Kemudian pada Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi (bahasa Sanskerta, berarti "tanah emas") dan bhūmi mālayu ("Tanah Melayu") untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.
Nama Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah "Pulau Emas". Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera.
Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti "negeri emas Sumatera atau Sumatra adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 52.210.926 (sensus 2010). Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti "pulau emas"). Kemudian pada Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi (bahasa Sanskerta, berarti "tanah emas") dan bhūmi mālayu ("Tanah Melayu") untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.
Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dalam bahasa Sanskerta dengan istilah:
Suwarnadwipa ("pulau emas") atau Suwarnabhumi ("tanah emas"). Nama-nama ini
sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang
termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi
Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi
Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa.
Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama "Serendib" (tepatnya: "Suwarandib"), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.
Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.
Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).
Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama "Serendib" (tepatnya: "Suwarandib"), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.
Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.
Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).
Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera
(Gunung Ophir di Pasaman Barat, Sumatera Barat yang sekarang bernama Gunung
Talamau?). Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang
dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan
informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang
Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa
di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman a.s.
Asal nama Samudera menjadi Sumatera
Kata yang pertama kali menyebutkan nama Sumatera berasal dari gelar seorang raja
Sriwijaya Haji (raja) Sumatrabhumi ("Raja tanah Sumatra"), [2] berdasarkan
berita China ia mengirimkan utusan ke China pada tahun 1017. Pendapat lain
menyebutkan nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad
ke-13 dan abad ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama
kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan
yang disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang
mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama
Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang
yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis.
Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk
ditelusuri. Odorico da Pordenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan
bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai
di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan
ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad
berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh
musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.
Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di
sana tertulis pulau"Samatrah". Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun
1498 dan muncullah nama "Camatarra". Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501
mencantumkan nama "Samatara", sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama
"Samatra". Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu "Camatra", dan Alfonso
Albuquerque tahun 1512 menuliskannya "Camatora". Antonio Pigafetta tahun 1521
memakai nama yang agak ‘benar’: "Somatra". Tetapi sangat banyak catatan musafir
lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: "Samoterra", "Samotra", "Sumotra", bahkan
"Zamatra" dan "Zamatora".
Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan
Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatera. Bentuk
inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah Indonesia:
Sumatera
Sebelum adanya pemekaran, di kawasan Sumatera terdapat 8 propinsi yakni Nangroe
Aceh Darussalam (NAD) dulu bernama Daerah Istìmewa Aceh, Sumatera Utara (Sumut),
Riau, Sumatera Barat (sumbar), Jambi, Sumatera Selatan (sumsel), Bengkulu, dan
Lampung.
Namun saat ini jumlah propinsi di Sumatera dan sekitarnya telah bertambah
menjadi 10 hasil dari dua tambahan propinsi baru hasil pemekaran yakni propinsi
Kepulau Riau (kepri) yang memisahkan diri dari Riau dan propinsi Bangka Belitung
yang memisahkan dìri dari Sumatera Selatan.Propinsi Sumatera terbagi atas :
1. Nangroe Aceh Darussalam
2. Sumatera Utara
3. Riau
4. Kepulauan Riau
5. Sumatera Barat
6. Jambi
7. Sumatera Selatan
8. Bangka Belitung
9. Bengkulu
10. Lampung.
Secara umum, pulau Sumatera didiami oleh bangsa Melayu, yang terbagi ke dalam
beberapa suku. Suku-suku besar ialah Aceh, Batak, Melayu, Minangkabau, Besemah,
Suku Rejang, Ogan, Komering, dan Lampung. Di wilayah pesisir timur Sumatera dan
di beberapa kota-kota besar seperti Medan, Palembang, dan Pekanbaru, banyak
bermukim etnis Tionghoa. Penduduk pulau Sumatera hanya terkonsentrasi di wilayah
Sumatera Timur dan dataran tinggi Minangkabau. Mata pencaharian penduduk
Sumatera sebagian besar sebagai petani, nelayan, dan pedagang.
Penduduk Sumatera mayoritas beragama Islam dan sebagian kecil merupakan penganut
ajaran Kristen Protestan, terutama di wilayah Tapanuli dan Toba-Samosir,
Sumatera Utara. Di wilayah perkotaan, seperti Medan, Pekanbaru, Batam, Pangkal
Pinang dan Palembang, dijumpai beberapa orang penganut Buddha.
Kota-kota di pulau Sumatera dihubungkan oleh tiga ruas jalan lintas, yakni
lintas tengah, lintas timur, dan lintas barat, yang melintang dari barat laut -
tenggara Sumatera. Selain itu terdapat pula ruas jalan yang melintang dari barat
- timur, seperti ruas Bengkulu - Palembang, Padang - Jambi, serta Padang -
Dumai.
Di beberapa bagian pulau Sumatera, kereta api merupakan sarana transportasi
alternatif. Di bagian selatan, jalur kereta api bermula dari pelabuhan Panjang
(Lampung) hingga Lubuk Linggau dan Palembang (Sumatera Selatan). Di tengah pulau
Sumatera, jalur kereta api hanya terdapat di Sumatera Barat. Jalur ini
menghubungkan antara kota Padang dengan Sawah Lunto dan kota Padang dengan kota
Pariaman. Semasa kolonial Belanda hingga tahun 2001, jalur Padang - Sawah Lunto
dipergunakan untuk pengangkutan batu bara. Tetapi semenjak cadangan batu bara di
Ombilin mulai menipis, maka jalur ini tidak berfungsi lagi. Sejak akhir tahun
2006, pemerintah provinsi Sumatera Barat, kembali mengaktifkan jalur ini sebagai
jalur kereta wisata.
Di utara Sumatera, jalur kereta api membentang dari kota Medan sampai ke kota
Tebing Tinggi. Pada jalur ini, kereta api dipergunakan sebagai sarana
pengangkutan kelapa sawit dan penumpang.
Penerbangan internasional dilayani dari Banda Aceh (Bandar Udara Internasional
Sultan Iskandar Muda), Medan (Bandar Udara Internasional Polonia), Padang
(Bandara Internasional Minangkabau, dan Palembang (Bandar Udara Internasional
Sultan Mahmud Badaruddin II). Sedangkan pelabuhan kapal laut ada di Belawan
(Medan), Teluk Bayur (Padang), dan Bakauheni (Lampung).
Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi
kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau
Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara
dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah oleh
perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya PT Caltex yang mengolah minyak
bumi di provinsi Riau.
Tempat-tempat penghasil barang tambang di Sumatera :
Arun (NAD), menghasilkan gas alam.
Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), menghasilkan minyak bumi
Duri, Dumai, dan Bengkalis (Riau), menghasilkan minyak bumi
Tanjung Enim (Sumatera Selatan), menghasilkan batu baraPlaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), menghasilkan minyak bumi
Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), menghasilkan bauksit
Indarung (Sumatera Barat), menghasilkan semen
Sawahlunto (Sumatera Barat), menghasilkan batubara
Beberapa kota di pulau Sumatera, juga merupakan kota perniagaan yang cukup
penting. Medan kota terbesar di pulau Sumatera, merupakan kota perniagaan utama
di pulau ini. Banyak perusahaan-perusahaan besar nasional yang berkantor pusat
di sini.