Kalimantan Tengah dikenal dengan nama Borneo adalah salah satu provinsi dengan ibukotanya Palangka Raya , dan mempunyai banyak sekali obyek wisata antara lain Wisata Alam, Wisata Sejarah, Wisata Budaya, Wisata Minat Khusus, Wisata Kuliner, Wisata Olah Raga, Wisata Belanja , dari sekian banyak Obyek wisata Kalimantan Timur yang sangat terkenal yaitu Wisata Minat Khusus Taman Nasional Tanjung Puting di camp Leakey untuk mengamati orang utan.
Obyek Wisata Kalimantan Tengah yang saya ketahui yaitu :
Taman Nasional Tanjung Puting
Kota Air Muara Teweh
Taman Nasional Bukit Raya
Taman Nasional Sebangau
Danau Tahai
Danau Sembulunya
Pantai Ujung Pandaran
Arboretum Nyaru Menteng
Rumah Adat Betang Ujung Batu,
Tumbang Gagu
Taman Nasional Tanjung Puting
Kota Air Muara Teweh
Taman Nasional Bukit Raya
Taman Nasional Sebangau
Danau Tahai
Danau Sembulunya
Pantai Ujung Pandaran
Arboretum Nyaru Menteng
Rumah Adat Betang Ujung Batu,
Tumbang Gagu
TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan wisata alam yang ditetapkan UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977 dan merupakan Sister Park dengan negara Malaysia yaitu di Taman Nasional Tanjung Puting – Kalimantan Tengah.
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan lokasi pusat rehabilitasi orangutan (Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, Camp Leakey) serta pengamatan flora dan fauna khususnya Bakatan (Natai Lengkuas,Sungai Buluh dan Danau Burung) Taman Nasional Tanjung Puting merupakan lokasi pertama di Indonesia sebagai pusat rehabilitasi orangutan. Terdapat tiga buah lokasi untuk rehabilitasi orangutan yaitu di Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, dan Camp Leakey.
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan wisata alam yang ditetapkan UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977 dan merupakan Sister Park dengan negara Malaysia yaitu di Taman Nasional Tanjung Puting – Kalimantan Tengah.
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan lokasi pusat rehabilitasi orangutan (Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, Camp Leakey) serta pengamatan flora dan fauna khususnya Bakatan (Natai Lengkuas,Sungai Buluh dan Danau Burung) Taman Nasional Tanjung Puting merupakan lokasi pertama di Indonesia sebagai pusat rehabilitasi orangutan. Terdapat tiga buah lokasi untuk rehabilitasi orangutan yaitu di Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, dan Camp Leakey.
Camp Leake, didirikan pada tahun 1971, berada di hutan primer dan merupakan tempat dari beberapa orangutan yang setengah liar sampai liar dan dari yang baru dilahirkan sampai usia tiga tahun (raja tua).
Cara pencapaian lokasi:
Dari Pangkalan Bun (plane) dengan kendaraan darat ke Kumai sekitar 20 menit (8 km). Selanjutnya dari Kumai ke Tanjung Harapan menggunakan klotok selama 1,5-2 jam, atau Kumai – Natai Lengkuas selama 4 – 5 jam. Menggunakan perahu cepat dari Kumai – Tanjung Harapan selama 0,5 – 1 jam, dari Kumai – Camp Leakey selama 1,5 – 2 jam, dan dari Kumai ke Natai Lengkuas selama 1,5 – 2 jam.
Orangutan Kalimantan mempunyai bulu kemerah-merahan gelap dan tidak memiliki ekor. Ciri untuk orangutan jantan dewasa mereka mengembangkan pipinya hingga membentuk bantalan. Semakin tua umur orangutan tersebut maka bantalan pipinya semakin besar sehingga wajahnya terkesan seram.
Taman Nasional Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah, hutan tanah kering, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan sekunder.
Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting ini didominir oleh tumbuhan hutan dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan rotan. Jenis satwa langka endemik dan dilindungi yang terdapat di hutan Taman Nasional Tanjung Puting antara lain orangutan (Pongo satyrus), bekantan (Nasalis larvatus), lutung merah (Presbytis rubicunda rubida), beruang (Helarctos malayanus euryspilus), kancil (Tragulus javanicus klossi), macan dahan (Neofelis nebulosa), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis borneoensis.
Cara pencapaian lokasi:
Dari Pangkalan Bun (plane) dengan kendaraan darat ke Kumai sekitar 20 menit (8 km). Selanjutnya dari Kumai ke Tanjung Harapan menggunakan klotok selama 1,5-2 jam, atau Kumai – Natai Lengkuas selama 4 – 5 jam. Menggunakan perahu cepat dari Kumai – Tanjung Harapan selama 0,5 – 1 jam, dari Kumai – Camp Leakey selama 1,5 – 2 jam, dan dari Kumai ke Natai Lengkuas selama 1,5 – 2 jam.
Orangutan Kalimantan mempunyai bulu kemerah-merahan gelap dan tidak memiliki ekor. Ciri untuk orangutan jantan dewasa mereka mengembangkan pipinya hingga membentuk bantalan. Semakin tua umur orangutan tersebut maka bantalan pipinya semakin besar sehingga wajahnya terkesan seram.
Taman Nasional Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan hujan tropika dataran rendah, hutan tanah kering, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan sekunder.
Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting ini didominir oleh tumbuhan hutan dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan rotan. Jenis satwa langka endemik dan dilindungi yang terdapat di hutan Taman Nasional Tanjung Puting antara lain orangutan (Pongo satyrus), bekantan (Nasalis larvatus), lutung merah (Presbytis rubicunda rubida), beruang (Helarctos malayanus euryspilus), kancil (Tragulus javanicus klossi), macan dahan (Neofelis nebulosa), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis borneoensis.
TANJUNG HARAPAN
Merupakan stasiun pertama dalam proses rehabilitasi orangutan. Lokasi ini berada di hutan sekunder dan hutan rawa yang dilengkapi dengan wisma tamu, pusat informasi dan jalan trail. Pondok Tanggui. Orangutan tersebut tetap diamati secara tertutup dan dihindari kontak dengan manusia. Natai Lengkuas. Stasiun penelitian bekantan dan pengamatan satwa lainnya melalui sungai. Sungai Buluh dan Danau Burung. Pengamatan satwa burung terutama burung migran.
Atraksi budaya di luar taman nasional yaitu Kompetisi Tradisional Rowing pada bulan Mei di Pangkalan Bun.
Musim kunjungan terbaik: bulan Juni s/d September setiap tahunnya.
KOTA AIR MUARA TEWEH
Kota Air Muara Teweh – Barito Utara – Kalimantan Tengah.
Sebagai kota air, Muara Teweh menyuguhkan pemandangan Wisata Alam yang unik berupa rumah apung yang cukup banyak, berderet di sepanjang tepian Sungai Barito sekaligus menyuguhkan panorama sungai Barido Kota Air Muara Teweh ,merupakan Ibu Kota Kabupaten Barito Utara yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Dayak Bakumpai, subetnis Dayak di Barito yang memeluk agama Islam. Kota kecil yang dikelilingi hutan dan bentuknya memanjang mengikuti aliran sungai ini merupakan satu-satunya kota ramai di daerah pedalaman Sungai Barito, yang membelah Pulau Kalimantan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, hingga Kabupaten Murung raya, Kalimantan Tengah. Sebagai kota air, Muara Teweh menyuguhkan pemandangan yang unik. Di kota kecil ini, terdapat rumah apung yang cukup banyak, berderet di sepanjang tepian Sungai Barito. Jenis rumah semacam ini dapat dianggap sebagai kearifan lokal dalam menghadapi bahaya banjir. Karena banjir di Muara Teweh pada umumnya berupa genangan, bukan air bah, jadi setinggi apapun banjir yang terjadi tidak akan menenggelamkan rumah-rumah tersebut. Di sepanjang aliran sungai, pengunjung juga akan menjumpai pemandangan alam yang menawan. Menyaksikan lebat dan hijaunya hutan Kalimantan serta mendengarkan nyanyian khas hewan-hewan yang hidup di dalamnya merupakan pengalaman berharga yang mungkin tidak akan dialami di tempat-tempat lain.
Dengan menggunakan jasa ojek speed boat, pengunjung dapat menikmati sepuasnya keindahan pemandangan alam di sepanjang aliran Sungai Barito tersebut. Pengunjung tidak perlu khawatir dengan harga yang ditawarkan, sebab tidak ada harga resmi untuk alat transportasi ini, sehingga pengunjung dapat menawarnya. Pada umumnya, besar-kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada jarak tempuh yang dikehendaki oleh pengunjung.
Sebagai kota air, Muara Teweh menyuguhkan pemandangan Wisata Alam yang unik berupa rumah apung yang cukup banyak, berderet di sepanjang tepian Sungai Barito sekaligus menyuguhkan panorama sungai Barido Kota Air Muara Teweh ,merupakan Ibu Kota Kabupaten Barito Utara yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Dayak Bakumpai, subetnis Dayak di Barito yang memeluk agama Islam. Kota kecil yang dikelilingi hutan dan bentuknya memanjang mengikuti aliran sungai ini merupakan satu-satunya kota ramai di daerah pedalaman Sungai Barito, yang membelah Pulau Kalimantan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, hingga Kabupaten Murung raya, Kalimantan Tengah. Sebagai kota air, Muara Teweh menyuguhkan pemandangan yang unik. Di kota kecil ini, terdapat rumah apung yang cukup banyak, berderet di sepanjang tepian Sungai Barito. Jenis rumah semacam ini dapat dianggap sebagai kearifan lokal dalam menghadapi bahaya banjir. Karena banjir di Muara Teweh pada umumnya berupa genangan, bukan air bah, jadi setinggi apapun banjir yang terjadi tidak akan menenggelamkan rumah-rumah tersebut. Di sepanjang aliran sungai, pengunjung juga akan menjumpai pemandangan alam yang menawan. Menyaksikan lebat dan hijaunya hutan Kalimantan serta mendengarkan nyanyian khas hewan-hewan yang hidup di dalamnya merupakan pengalaman berharga yang mungkin tidak akan dialami di tempat-tempat lain.
Dengan menggunakan jasa ojek speed boat, pengunjung dapat menikmati sepuasnya keindahan pemandangan alam di sepanjang aliran Sungai Barito tersebut. Pengunjung tidak perlu khawatir dengan harga yang ditawarkan, sebab tidak ada harga resmi untuk alat transportasi ini, sehingga pengunjung dapat menawarnya. Pada umumnya, besar-kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada jarak tempuh yang dikehendaki oleh pengunjung.
RUMAH ADAT BETANG
Rumah Betang ini adalah karya suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan dengan konsep hidup secara berkelompok-kelompok. Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana kehidupan yang mereka jalani pasti dilalui bersama, hal itu terwujud dalam sebuah karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang).
Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang. Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.
Betang biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa di dalamnya, sudah dapat dipastikan suasana yang ada di dalamnya. Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Di dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang dihuni oleh setiap keluarga. Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan Betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikorbankan untuk prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman Betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan. Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada Betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian belakang Betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati proses upacara tiwah. Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing, burung, kucing, babi, atau sapi. Selain karena ingin merawat anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai ‘teman’ yang setia pada saat berburu di hutan belanntara.
Pada zaman yang telah lalu suku Dayak tidak pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah menganggap anjing sebagai pendamping setia yang selalu menemani khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah menganggap anjing sebagai bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.
Rumah Betang Ojung Batu Di Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Propinsi Kalimantan Tengah, masih banyak terlihat rumah-rumah penduduk yang berbentuk rumah betang yang tradisonil . Rumah-rumah betang yang ada di Kecamatan Delang rata-rata berumur ratusan tahun dan masih terpelihara dengan baik hingga saat ini. Hal itu menandakan bahwa penduduk di Kecamatan Delang sampai saat ini masih melestarikan adat-istiadat dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Salah satu rumah betang di Kecamatan Delang yang masih terawat dengan baik dan sering dikunjungi oleh banyak wisatawan adalah Rumah Betang Ojung Batu. Yang membedakan Rumah Betang Ojung Batu dengan rumah-rumah betang lainnya adalah di dalamnya terdapat banyak tajau. Konon, rumah betang ini dulunya dikenal sebagai tempat kediaman seorang tokoh masyarakat Dayak yang sangat kaya yang memiliki ribuan tajau, sebuah benda mirip tempayan yang oleh masyarakat setempat dijadikan sebagai simbol kekayaan dan kehormatan seseorang. Tajau juga dianggap sebagai benda yang memiliki kekuatan gaib dan dapat membawa rejeki bagi orang yang memilikinya. Konon, orang yang membuat tajau bukanlah orang sembarangan, karena dia harus menguasai upacara khusus sebelum membuatnya.
Namun sayang, jumlah tajau yang ada di rumah betang ini sekarang sudah jauh berkurang, menjadi ratusan saja. Saat ini, rumah betang yang sudah berumur hampir 1.000 tahun dimiliki oleh Omas Petinggi Kaya, salah satu tetua adat di Kecamatan Delang.
Oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau, Rumah Betang Ojung Batu ditetapkan sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi. Rumah Betang Ojung Batu memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri. Bentuknya memanjang ke belakang sekitar dua ratus meter, bertiang panggung dari kayu ulin dengan diameter di atas 50 sentimeter dan tinggi 1,5 meter, serta beratap sirap yang juga terbuat dari kayu ulin. Di dalam rumah betang ini terdapat puluhan bilik dan satu bilik dihuni oleh satu keluarga. Setiap keluarga penghuni bilik memiliki koleksi barang-barang antik berupa piring keramik, gong, meriam kuno, talam tembaga, dan berbagai bentuk perhiasan Cina dan Belanda yang sudah sangat jarang dijumpai.
Para penghuni Rumah Betang Ojung Batu dikenal pula memiliki seni budaya cukup tinggi, yang dapat dilihat dari berbagai bentuk ukiran yang menghiasi hampir di seluruh bagian rumah, mandau (senjata khas Suku Dayak ) yang menempel di dinding rumah, tombak, dan berbagai bentuk anyaman yang terbuat dari rotan. Meskipun ukuran rumah ini terbilang luas dan besar, namun hanya ada satu pintu masuk utama untuk memasuki rumah ini. Hal ini menyiratkan makna filosofis yang luhur, yaitu agar semua anggota keluarga yang menghuni rumah ini memiliki persamaan persepsi dan tujuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Apapun aktivitas yang dilakukan oleh para penghuni rumah, mereka tetap masuk dan keluar dari pintu yang sama.
Di samping itu, dengan hanya memiliki satu pintu utama, diharapkan penghuni rumah dapat lebih mampu mengenal antara penghuni yang satu dengan penghuni lainnya secara lebih dekat. Untuk memasukinya, penghuni rumah harus melewati anak tangga yang berada di bawah kolong rumah.
Selain memiliki keistimewaan dari sisi arsitekturnya, Rumah Betang Ojung Batu juga memiliki sisi keistimewaan lainnya, yaitu keramahan para penghuninya. Setiap pengunjung yang datang akan disambut dengan ramah, tidak dipungut biaya, dan cukup mengisi buku tamu sebagai media perkenalan. Apabila berkenan, pengunjung akan diajak untuk minum tuak (minuman tradisional dari beras ketan) dan makan sirih karena dianggap menghargai budaya masyarakat lokal.
Pemandangan bersahaja lainnya juga dapat dilihat dari ekspresi kebersamaan dan persaudaraan di antara para penghuni rumah, terutama ketika ada permasalahan yang menimpa salah satu penghuni. Misalnya, jika salah satu anggota keluarga ada yang meninggal dunia maka masa berkabung mutlak diberlakukan selama satu minggu bagi semua penghuni dengan tidak menggunakan perhiasan, tidak berisik, tidak minum tuak, dan tidak menghidupkan peralatan elektronik.
Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang. Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.
Betang biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa di dalamnya, sudah dapat dipastikan suasana yang ada di dalamnya. Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Di dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang dihuni oleh setiap keluarga. Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan Betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikorbankan untuk prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman Betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan. Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada Betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian belakang Betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati proses upacara tiwah. Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing, burung, kucing, babi, atau sapi. Selain karena ingin merawat anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai ‘teman’ yang setia pada saat berburu di hutan belanntara.
Pada zaman yang telah lalu suku Dayak tidak pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah menganggap anjing sebagai pendamping setia yang selalu menemani khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah menganggap anjing sebagai bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.
Rumah Betang Ojung Batu Di Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Propinsi Kalimantan Tengah, masih banyak terlihat rumah-rumah penduduk yang berbentuk rumah betang yang tradisonil . Rumah-rumah betang yang ada di Kecamatan Delang rata-rata berumur ratusan tahun dan masih terpelihara dengan baik hingga saat ini. Hal itu menandakan bahwa penduduk di Kecamatan Delang sampai saat ini masih melestarikan adat-istiadat dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Salah satu rumah betang di Kecamatan Delang yang masih terawat dengan baik dan sering dikunjungi oleh banyak wisatawan adalah Rumah Betang Ojung Batu. Yang membedakan Rumah Betang Ojung Batu dengan rumah-rumah betang lainnya adalah di dalamnya terdapat banyak tajau. Konon, rumah betang ini dulunya dikenal sebagai tempat kediaman seorang tokoh masyarakat Dayak yang sangat kaya yang memiliki ribuan tajau, sebuah benda mirip tempayan yang oleh masyarakat setempat dijadikan sebagai simbol kekayaan dan kehormatan seseorang. Tajau juga dianggap sebagai benda yang memiliki kekuatan gaib dan dapat membawa rejeki bagi orang yang memilikinya. Konon, orang yang membuat tajau bukanlah orang sembarangan, karena dia harus menguasai upacara khusus sebelum membuatnya.
Namun sayang, jumlah tajau yang ada di rumah betang ini sekarang sudah jauh berkurang, menjadi ratusan saja. Saat ini, rumah betang yang sudah berumur hampir 1.000 tahun dimiliki oleh Omas Petinggi Kaya, salah satu tetua adat di Kecamatan Delang.
Oleh Pemerintah Kabupaten Lamandau, Rumah Betang Ojung Batu ditetapkan sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi. Rumah Betang Ojung Batu memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri. Bentuknya memanjang ke belakang sekitar dua ratus meter, bertiang panggung dari kayu ulin dengan diameter di atas 50 sentimeter dan tinggi 1,5 meter, serta beratap sirap yang juga terbuat dari kayu ulin. Di dalam rumah betang ini terdapat puluhan bilik dan satu bilik dihuni oleh satu keluarga. Setiap keluarga penghuni bilik memiliki koleksi barang-barang antik berupa piring keramik, gong, meriam kuno, talam tembaga, dan berbagai bentuk perhiasan Cina dan Belanda yang sudah sangat jarang dijumpai.
Para penghuni Rumah Betang Ojung Batu dikenal pula memiliki seni budaya cukup tinggi, yang dapat dilihat dari berbagai bentuk ukiran yang menghiasi hampir di seluruh bagian rumah, mandau (senjata khas Suku Dayak ) yang menempel di dinding rumah, tombak, dan berbagai bentuk anyaman yang terbuat dari rotan. Meskipun ukuran rumah ini terbilang luas dan besar, namun hanya ada satu pintu masuk utama untuk memasuki rumah ini. Hal ini menyiratkan makna filosofis yang luhur, yaitu agar semua anggota keluarga yang menghuni rumah ini memiliki persamaan persepsi dan tujuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Apapun aktivitas yang dilakukan oleh para penghuni rumah, mereka tetap masuk dan keluar dari pintu yang sama.
Di samping itu, dengan hanya memiliki satu pintu utama, diharapkan penghuni rumah dapat lebih mampu mengenal antara penghuni yang satu dengan penghuni lainnya secara lebih dekat. Untuk memasukinya, penghuni rumah harus melewati anak tangga yang berada di bawah kolong rumah.
Selain memiliki keistimewaan dari sisi arsitekturnya, Rumah Betang Ojung Batu juga memiliki sisi keistimewaan lainnya, yaitu keramahan para penghuninya. Setiap pengunjung yang datang akan disambut dengan ramah, tidak dipungut biaya, dan cukup mengisi buku tamu sebagai media perkenalan. Apabila berkenan, pengunjung akan diajak untuk minum tuak (minuman tradisional dari beras ketan) dan makan sirih karena dianggap menghargai budaya masyarakat lokal.
Pemandangan bersahaja lainnya juga dapat dilihat dari ekspresi kebersamaan dan persaudaraan di antara para penghuni rumah, terutama ketika ada permasalahan yang menimpa salah satu penghuni. Misalnya, jika salah satu anggota keluarga ada yang meninggal dunia maka masa berkabung mutlak diberlakukan selama satu minggu bagi semua penghuni dengan tidak menggunakan perhiasan, tidak berisik, tidak minum tuak, dan tidak menghidupkan peralatan elektronik.
Rumah Betang Tumbang Gagu Rumah Betang Tumbang Gagu dibangun tahun 1870 dan termasuk yang tertinggi di Kalimantan karena jarak rumah dengan tanah mencapai lima meter. Rumah Betang ini terletak di Kabupaten Katingan. Keistimewaan Rumah Betang Tumbang Gagu bisa dilihat dari sisi arsitektur sekaligus sisi makna simboliknya. Karenanya obyek wisata ini tepat untuk memahami adat istiadat penduduk Kalimantan Tengah. Satu hal yang menarik dari rumah ini adalah tangganya yang sengaja dibuat tidak permanen supaya dapat diangkat dan dipindahkan ke dalam rumah sewaktu-waktu.
TAMAN NASIONAL BUKIT RAYA
Taman Nasional Bukit Raya, Kalimantan Tengah, merupakan Wisata Alam.
Taman Nasional Bukit Raya, tempat pengamatan berbagai satwa hutan , dan tumbuhan yang khas ada didaerah tersebut antara lain Burung Ruai , jenis Burung Enggang, landak , lutung merah, beruk, ikan seluang , baung adung. Taman Nasional -Bukit Raya tidak dapat dipisahkan dengan tamana nasional Bukit Baka yang merupakan kawasan konservasi yang terletak di jantung Pulau Kalimantan. Kawasan ini memiliki peranan penting dalam fungsi hidrologis yaitu sebagai catchment area (daerah resapan air) bagi daerah aliran Sungai Melawi di Kalimantan Barat dan daerah aliran Sungai Katingan di Kalimantan Tengah.
Kawasan hutan Bukit Baka-Bukit Raya didominasi oleh berbagai jenis ekosistem hutan hujan tropis khas pegunungan. Keistimewaan kawasan wisata Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya terletak pada kekayaan flora dan faunanya. Secara umum, wilayah taman nasional ini didominasi oleh vegetasi tingkat pohon yang penyebarannya bervariasi, dari kaki hingga ke puncak bukit. Vegetasi pada dataran rendah (kaki bukit) hingga ketinggian 400 m menunjukkan kekhasan hutan hujan dataran rendah yang menjadi rumah bagi sekitar 30 % spesies dipterocarpaceae.
Keistimewaan kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya yang lainnya adalah terdapat beraneka ragam jenis satwa di dalamnya, di antaranya berbagai jenis burung seperti Burung Ruai (argusianus argus) dan 3 jenis Burung Enggang, salah satunya adalah burung Enggang Gading (rhinoplax vigil).
Jenis-jenis satwa lainnya yang dapat dijumpai di kawasan ini adalah mamalia, seperti landak (hystrix branchyura), lutung merah (presbytis rubicunda), dan beruk (macaca nemestrina).
Kekayaan fauna Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya juga bisa dilihat dari hewan reptil yang hidup di kawasan ini, seperti ular (lamaria schlegeli), kadal (spenomorphus), kura-kura darat (famili testudinidae), katak daun, katak batu, dan kodok.
Selain itu, di kawasan ini juga hidup jenis-jenis ikan yang termasuk dalam kategori langka yang mungkin tidak akan dapat dijumpai di kawasan lain, seperti ikan seluang (osteochilus spilurus), baung (mystus micracanthus), dan adung (hampala macrolepidota).
Taman Nasional Bukit Raya, tempat pengamatan berbagai satwa hutan , dan tumbuhan yang khas ada didaerah tersebut antara lain Burung Ruai , jenis Burung Enggang, landak , lutung merah, beruk, ikan seluang , baung adung. Taman Nasional -Bukit Raya tidak dapat dipisahkan dengan tamana nasional Bukit Baka yang merupakan kawasan konservasi yang terletak di jantung Pulau Kalimantan. Kawasan ini memiliki peranan penting dalam fungsi hidrologis yaitu sebagai catchment area (daerah resapan air) bagi daerah aliran Sungai Melawi di Kalimantan Barat dan daerah aliran Sungai Katingan di Kalimantan Tengah.
Kawasan hutan Bukit Baka-Bukit Raya didominasi oleh berbagai jenis ekosistem hutan hujan tropis khas pegunungan. Keistimewaan kawasan wisata Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya terletak pada kekayaan flora dan faunanya. Secara umum, wilayah taman nasional ini didominasi oleh vegetasi tingkat pohon yang penyebarannya bervariasi, dari kaki hingga ke puncak bukit. Vegetasi pada dataran rendah (kaki bukit) hingga ketinggian 400 m menunjukkan kekhasan hutan hujan dataran rendah yang menjadi rumah bagi sekitar 30 % spesies dipterocarpaceae.
Keistimewaan kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya yang lainnya adalah terdapat beraneka ragam jenis satwa di dalamnya, di antaranya berbagai jenis burung seperti Burung Ruai (argusianus argus) dan 3 jenis Burung Enggang, salah satunya adalah burung Enggang Gading (rhinoplax vigil).
Jenis-jenis satwa lainnya yang dapat dijumpai di kawasan ini adalah mamalia, seperti landak (hystrix branchyura), lutung merah (presbytis rubicunda), dan beruk (macaca nemestrina).
Kekayaan fauna Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya juga bisa dilihat dari hewan reptil yang hidup di kawasan ini, seperti ular (lamaria schlegeli), kadal (spenomorphus), kura-kura darat (famili testudinidae), katak daun, katak batu, dan kodok.
Selain itu, di kawasan ini juga hidup jenis-jenis ikan yang termasuk dalam kategori langka yang mungkin tidak akan dapat dijumpai di kawasan lain, seperti ikan seluang (osteochilus spilurus), baung (mystus micracanthus), dan adung (hampala macrolepidota).
PANTAI UJUNG PANDARAN
Pantai Ujung Pandaran yang terletak di Kalimantan Tengah adalah salah satu objek wisata andalan Kotawaringin Timur. Pantai yang terkenal dengan hamparan pasir putih , dipagari nyiur melambai sepanjang pantai dan kekayaan biota lautnya ini membentang puluhan kilometer dari Kotawaringin Timur hingga perbatasan Kabupaten Seruyan. Pantai Ujung Pandaran termasuk jenis pantai yang landai.
Pantai Ujung Pandaran dengan hamparan pasir putih yang begitu luas, barisan pohon nyiur yang jika dilihat dari kejauhan seolah-olah memagari pantai ini, deburan ombak yang cukup besar, dan kekayaan biota laut khas pantai ini. Khusus untuk biota laut, di Pantai Ujung Pandaran banyak terdapat ubur-ubur, ikan pari, berbagai jenis ikan kecil yang hidup di terumbu karang, dan lain-lain.
Pantai Ujung Pandaran dengan hamparan pasir putih yang begitu luas, barisan pohon nyiur yang jika dilihat dari kejauhan seolah-olah memagari pantai ini, deburan ombak yang cukup besar, dan kekayaan biota laut khas pantai ini. Khusus untuk biota laut, di Pantai Ujung Pandaran banyak terdapat ubur-ubur, ikan pari, berbagai jenis ikan kecil yang hidup di terumbu karang, dan lain-lain.
Dikawasan Pantai Ujung Pandaran ini dapat menyaksikan juga ritual adat Simah Laut oleh masyarakat nelayan setempat secara turun temurun. Simah Laut adalah ritual tolak bala yang dilakukan oleh para nelayan Ujung Pandaran sebelum memulai pelayaran ke laut untuk mencari ikan. Ritual tahunan ini dilakukan setiap tanggal 10 bulan Syawal, atau sepuluh hari setelah Hari Raya Idulfitri. Sebelum acara ini dilaksanakan, biasanya masyarakat setempat bergotong-royong membersihkan pantai terlebih dahulu. Setelah pantai dirasa cukup bersih, ritual Simah Laut baru diselenggarakan dengan cara melarungkan berbagai macam sesaji ke tengah laut. Oleh masyarakat setempat, ritual ini dipercaya dapat mendatangkan keselamatan dan memberikan limpahan rezeki selama melaut.
DANAU TAHAI
Danau Tahai merupakan Wisata Alam – Kalimantan Tengah
Danau Tahai ,adalah sebuah danau kecil yang terdapat di Kota Palangkaraya. Keistimewaan kawasan wisata Danau Tahai lainnya adalah disediakannya jembatan-jembatan kayu yang mengelilingi areal hutan ini, sehingga pengunjung tidak perlu khawatir akan terendam air gambut. Di dalam hutan, pengunjung dapat menikmati sejuk dan segarnya udara hutan sambil mendengarkan merdunya bermacam macam kicauan burung-burung.
Jika sedang beruntung, pengunjung juga dapat bertemu dengan uwak-uwak, salah satu jenis kera langka yang dilindungi oleh pemerintah dan hanya terdapat di kawasan ini.
Danau Tahai memiliki keunikan yang mungkin tidak dimiliki oleh danau-danau lainnya (terutama di luar Pulau Kalimantan), yaitu airnya berwarna merah yang disebabkan oleh akar-akar pohon di lahan gambut.
Di sekitar danau, pengunjung juga dapat menyaksikan pemandangan yang unik, yaitu banyak terdapat rumah-rumah terapung yang oleh penduduk setempat disebut sebagai rumah lanting.
Latar belakang terbentuknya danau ini terdapat dua versi cerita yang berkembang di masyarakat mengenai asal-muasal terbentuknya danau ini.
Yaitu Danau Tahai terbentuk karena akumulasi genangan air di lokasi penambangan pasir, dan versi lain menceritakan bahwa Danau Tahai terbentuk karena adanya perubahan aliran Sungai Kahayan, sehingga terbentuk genangan air yang tidak mengikuti aliran sungai itu lagi.
Danau ini termasuk jenis danau dataran rendah. Di sekitar danau terdapat hutan gambut yang sangat lebat.
Obyek wisata Danau Tahai terletak di desa Tahai, Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, berjarak sekitar 29 Km dari Pusat Kota Palangka Raya. Untuk mencapai ke lokasi sangat mudah, yaitu hanya memakan waktu sekitar 30 Menit baik dengan menggunakan Kendaraan Roda dua maupun kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan aspal yang cukup bagus.
Tahai berasal dari Bahasa Dayak yang berarti danau. Berdasarkan mitologi masyarakat, Danau Tahai terbentuk karena adanya genangan air yang berupa galian pasir , sehingga tidak mengalir menuju sungai berikutnya. Sangat banyak memang jumlah Tahai di Kalimantan Tengah ini, namun yang sangat diminati oleh para pengunjung adalah Danau Tahai. Danau ini, dengan nuansa alami hutan yang sangat lebat, jembatan di atas danau, kereta air, beberapa gubuk melepas kelelahan dan disertai dengan berbagai penginapan.
Danau Tahai ,adalah sebuah danau kecil yang terdapat di Kota Palangkaraya. Keistimewaan kawasan wisata Danau Tahai lainnya adalah disediakannya jembatan-jembatan kayu yang mengelilingi areal hutan ini, sehingga pengunjung tidak perlu khawatir akan terendam air gambut. Di dalam hutan, pengunjung dapat menikmati sejuk dan segarnya udara hutan sambil mendengarkan merdunya bermacam macam kicauan burung-burung.
Jika sedang beruntung, pengunjung juga dapat bertemu dengan uwak-uwak, salah satu jenis kera langka yang dilindungi oleh pemerintah dan hanya terdapat di kawasan ini.
Danau Tahai memiliki keunikan yang mungkin tidak dimiliki oleh danau-danau lainnya (terutama di luar Pulau Kalimantan), yaitu airnya berwarna merah yang disebabkan oleh akar-akar pohon di lahan gambut.
Di sekitar danau, pengunjung juga dapat menyaksikan pemandangan yang unik, yaitu banyak terdapat rumah-rumah terapung yang oleh penduduk setempat disebut sebagai rumah lanting.
Latar belakang terbentuknya danau ini terdapat dua versi cerita yang berkembang di masyarakat mengenai asal-muasal terbentuknya danau ini.
Yaitu Danau Tahai terbentuk karena akumulasi genangan air di lokasi penambangan pasir, dan versi lain menceritakan bahwa Danau Tahai terbentuk karena adanya perubahan aliran Sungai Kahayan, sehingga terbentuk genangan air yang tidak mengikuti aliran sungai itu lagi.
Danau ini termasuk jenis danau dataran rendah. Di sekitar danau terdapat hutan gambut yang sangat lebat.
Obyek wisata Danau Tahai terletak di desa Tahai, Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, berjarak sekitar 29 Km dari Pusat Kota Palangka Raya. Untuk mencapai ke lokasi sangat mudah, yaitu hanya memakan waktu sekitar 30 Menit baik dengan menggunakan Kendaraan Roda dua maupun kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan aspal yang cukup bagus.
Tahai berasal dari Bahasa Dayak yang berarti danau. Berdasarkan mitologi masyarakat, Danau Tahai terbentuk karena adanya genangan air yang berupa galian pasir , sehingga tidak mengalir menuju sungai berikutnya. Sangat banyak memang jumlah Tahai di Kalimantan Tengah ini, namun yang sangat diminati oleh para pengunjung adalah Danau Tahai. Danau ini, dengan nuansa alami hutan yang sangat lebat, jembatan di atas danau, kereta air, beberapa gubuk melepas kelelahan dan disertai dengan berbagai penginapan.